Saturday, April 21, 2018

Fenomena Mati Lampu

Photo Source : Pixabay

Hampir 10 tahun aku tinggal di Bukit Lawang dan sejak itulah hashtag mati lampu menjadi yang paling fenomenal di kampung kami dan sekarang rasanya aku (bahkan mungkin semua orang disini) uda mulai males untuk buat hashtag itu lagi, kami lelah la wee.. cukup lelah... cuman bisa naikin alis, naikin bahu dan geleng-geleng kepala. Oh iya hashtag itu cuman bahasa klise aja, makna sebenarnya merepet. 

Jika hujan dan petir, mati lampu bukanlah masalah demi alasan keamanan, mengingat disini jika ada petir cukup ngeri. Dan ini pasti selalu terjadi, listrik dipadamkan jika ada petir. Tapi lucunya sering juga baru mulai gelap, belum hujan apalagi petir, listrik uda dipadamkan. Hingga kami berpikir listrik takut hujan. 

Nah lain cerita jika cuaca terang benderang, tiada angin dan hujan apalagi petir, tiba-tiba mati lampu, berjam-jam dan setiap hari pulak, kami jadi bingung kenapa? Aku bilang berjam-jam karna bisa sampai 8 jam matinya, bisa sehari sekali, bisa juga sehari dua kali dengan tempo 3-8 jam. Sering juga setelah mati lampu 3 jam, lampu hidup tapi hanya 15 menitan, setelah itu mati lagi beberapa jam. Dan ini bukan cerita lama, aku nulis ini juga tanpa listrik, sudah hampir 2 bulan ini kami kembali ditemani mati lampu setiap hari, berjam-jam! 

Sebelumnya? Masih suka mati tapi kadang-kadang, gak tiap hari, paling lama 1 jam. Yang paling sering dan paling aneh kurasa, matinya cuman beberapa detik, hidup lagi beberapa detik, ngulang lagi.. (hidup-mati-hidup-mati) dan selanjutnya bervariasi antara hidup terus atau mati selamanya, maksudku selama yang dia mau lah. Pokoknya sukak-sukak hati listrik ini aja mau hidup matikan lampu. Mamak-mamak pun merepet kulkasnya rusak. 

Beberapa tahun silam ritme mati lampunya juga persis seperti saat ini, sering dan lama. Ditambah lagi dengan sinyal salah satu provider seluler yang ikut mati jika lampu padam lebih dari 1 jam. Pokoknya puaslah merepet.

Cerita tentang mati lampu mungkin akan jadi never ending stories bagi kami di Bukit Lawang. Seperti aku bilang diawal, uda cukup lelah kami berkicau alias merepet karna palak liat lampu ini, tapi toh sama aja, kami hanya semakin mengusutkan urat-urat di wajah kami, menjadikan kami lebih tua dari umur kami. Maka dari itu, sudahlah, biarlah kami menikmati apa yang bisa kami nikmati disini, seperti keindahan alam desa kami, indahnya bintang di langit malam (kalo tak hujan). Karna hidup tak hanya tentang mati lampu.. ada gunung, sawah, ladang, hutan dan sungai yang jadi penyejuk hati kami. 


xoxo,




0 Comments:

Post a Comment