Sore itu (26 April 2019) kami pergi ke Kampung Daun untuk makan malam.
Gapura selamat datang menyambut kami dalam bahasa sunda. Di sisi kanan pintu
masuk terlihat jajaran lapak yang kosong, sepertinya kalo weekend lapak ini
dijadikan tempat jualan souvenirs. Baru tiba di pintu masuk saja kita sudah
disuguhkan pemandangan suasana jalanan yang menghijau. Di counter reservasi
kami booking saung untuk keluarga besar 11 orang.
ada burung yang menarik perhatiannya |
Kami terus berjalan dan
mendapati rumah-rumah model masa lampau khas sunda, cantik! Dan ada juga sudut
photo booth dengan barang-barang jadoel seperti ontel, rantang, setrika, lemari
dan banyak lagi yang menjadi ciri khas photo booth ini.
Kemudian kami mendapati gapura lainnya yang kalau dari luar
kita tak bisa lihat seperti apa didalam sana. Kami penasaran tentunya, perlahan
terus masuk, dan ternyata semakin cantik. Pondokan, Saung dan lesehan dari bambu beratap rumbia mulai
tampak di depan mata, begitu indah tata letaknya. Ditambah lagi dengan
banyaknya pepohonan dan tanaman hijau yang ditanam dikawasan ini, membuat
pemandangan menjadi semakin mempesona.
Ada penjual jajanan tradisional juga disini lengkap dengan gerobaknya, seperti : kerak telor, bonbon gula tarek, dll. Azan beli satu gula tarek berbentuk kuda dan kami pesan kerak telor. Suasana perkampungan sunda makin terasa kental dengan diputarnya musik khas sunda, terasa damaiiii....
Saung kami masih lebih keatas, kami terus berjalan dan
mendapati jalan yang semakin kecil dari sebelumnya dan berbelok-belok dan masih
dengan jalan bebatuan alam yang disemen kasar sebagai tempat kali melangkah. Di
kiri kanan terlihat tebing bukit yang menandakan kawasan kampung daun ini
memang berada di sebuah lembah. Namun yang unik adalah lampu-lampu di sepanjang
jalan ini tiangnya dari bambu dan obor sebagai lampunya. Dedaunan dari pohon
yang mirip daun pakis raksasa ini semakin rimbun namun tetap rapi. Saung dan
lesehan makin banyak terlihat, ada yang ukuran kecil dan ada pula yang ukuran
besar, sampai kalau untuk buat acara arisan atau meeting juga ada tempatnya.
Pondok cashier juga ada beberapa disini, tidak hanya satu. Menjelang malam,
suasana semakin romantis dengan lampu obor kekuningan menerangi kawasan
ini.
Sampailah kami di saung kami yang berhadapan langsung dengan
air terjun sungai kecil. Sungai nya asli lho bukan buatan! Sambil menunggu
keluarga yang lain tiba di saung, kami berjalan sedikit lagi ke atas menaiki
anak-anak tangga. Sepertiny masih cukup panjang sampai keatas sana, tapi
berhubung sudah mulai gelap kami urungkan naik lebih lagi dan kembali ke saung
dan memesan makanan/minuman. Untuk memanggil pelayan, gak perlu melambaikan
tangan, petik jari atau pencet tombol apalagi teriak halus. Ada kentongan yang
disiapkan di tiap saung, nah pukullah kentongan itu maka pelayan dengan seragam
tradisional sunda akan tiba dengan senyum ramahnya, mereka begitu
bersahabat.
Menu makanan yang disajikan cukup beragam, mulai dari hidangan tradisional khas sunda hingga western food, cemilan juga beragam. Berhubung cuaca mulai gerimis sore itu, kami pesan bandrek dan teh hangat dulu sebelum makan, sebagai appetizer kami pesan bala-bala, cireng, pisang goreng, dan tahu gejrot. Barulah setelahnya masuk ke menu utama.
Cara penyajian makanan dan minumannya juga unik, semaksimal mungkin mereka menyajikan dengan cara tradisional seperti dengan batok, kuali kecil, periuk, piring enamel dan dedaunan, presentasi makanan/minuman menjadi cantik dan berkelas.
Hujan semakin lebat malam itu, air sungai makin kedengaran suara riak airnya. Udara semakin dingin... bbrrr!!! Azan yang selesai makan makanan favoritnya Nasi Goreng akhirnya pun terlelap. Kami masih terus ngobrol dan pesan minuman hangat lagi sembari menunggu hujan reda.
Ketika hujan reda, kami berjalan menyusuri jalanan kampung daun yang diterangi obor sepanjang jalan. Udara dingin yang membelai manjah membuat suasana makin agak romantis karna membuat kita berjalan sambil berpelukan menuju parkiran.
xoxo,
0 Comments:
Post a Comment