Monday, June 30, 2008

Perjalanan ke Namibia, Afrika



Perjalanan ke Namibia merupakan perjalanan survey kami untuk bekerja di negara ini. Seorang teman dari Swiss menawarkan kami untuk bekerja pada Clay House Project dan Dry Toilet yang lokasinya berada di kota Otjiwarongo. Bukan hanya Patrice yang akan bekerja, aku akan diposisikan sebagai staf keuangan di proyek ini. Kesempatan ini tidak kami lewatkan. Namun begitu kami tetap ingin survey proyek itu secara langsung sebelum benar-benar terjun ke lapangan. Alasannya cuman satu, apa dan bagaimana rasa kami berada di negara tersebut. 

Berburu tiketpun kami lakukan. Berhubung di bulan Mei 2008 kami ke Eropa, kami putuskan ambil tiket dari Eropa untuk penerbangan ke Afrika. Karna setelah cek dari beberapa maskapai penerbangan dari Asia jatuhnya lebih mahal.


Bagaimana dengan visa?

Untuk Patrice sebagai warga negara Prancis bebas visa tapi tidak untukku sebagai warga negara Indonesia. Satu lagi, Namibia tidak memiliki perwakilan di Indonesia. Kami mengecek kedutaan/konsuler Namibia yang terdekat dengan Indonesia, ternyata Malaysia. Berangkat kesana dan langsung ajukan permohonan visa melalui Namibian High Commission di Kuala Lumpur. Prosesnya cukup mudah, interview cukup rileks sehingga kita tidak merasa seperti di interview. Disini aku hanya diinterview dan mengambil formulir pengajuan visa. Selanjutnya semua dokumen yang dibutuhkan termasuk passport dikirimkan melalui Fedex ke Kuala Lumpur setelah kami tiba kembali di Indonesia. Prosesnya kurang dari 2 minggu, biaya ongkir kembali ke Indonesia kita juga yang tanggung. Dan Visa Namibia stamped on my passport!


Sebelum Keberangkatan

Setelah meluangkan waktu sebulan di Eropa, kami bersiap berangkat ke Namibia. Berangkat dari Avignon dengan kereta TGV menuju Airport CDG Paris selama 3 jam. Di Charles de Gaulle kita ganti terminal, berbeda dengan terminal biasanya kalo kita mau ke Kuala Lumpur, jadi agak sedikit bingung-bingung. Terbukti waktu kita melewati security check in, bagasi kita dibongkar semua, tas kabin aman tapi koper untuk bagasi dibuka dan mereka keluarin semua barang-barang yang katanya tak boleh masuk kabin pesawat. Kami jelasin kalo koper-koper yang mereka bongkar itu tentu saja tidak akan kami bawa ke kabin tapi ke bagasi. Barulah mereka bilang check in bagasi di counter sebelah. Oalaaaa.... Ternyata tadi itu uda security check in untuk masuk ruang tunggu, pantes lah dibongkar semua. Alhasil semua barang yang mereka keluarkan tadi dimasukkan kembali ke koper dengan prinsip “pokoknya masuk” karna harus cepat. Belum lagi rasa kena intimidasi karna banyak yang uda antri di belakang kami. Setelah semua urusan bagasi selesai, masuklah kami ke ruang tunggu dengan lega. Ehh ternyata pesawat delay 1 jam, panik juga kitanya, karna waktu transit di London kurang dari 2 jam, bisa kebayang gak sih gimana buru-burunya nanti di airport London. 


Penerbangan Paris - London - Johannesburg

Rute penerbangan kami adalah Paris CDG-London Heathrow-Johannesburg-Namibia Windhoek. Keseluruhan total perjalanan 24 jam. Sedaaappppp........

Jam 12 siang kami take off dari CDG Paris menuju Heathrow London dengan Air France, durasi hanya 1 jam. Begitu sampai London jangan pikir kami bisa santai jalan menuju bagian transit, kami lari-lari karna sempitnya waktu!!! Petunjuk di airport sangat jelas sehingga sangat membantu kami mencari jalan walaupun dalam keadaan tergesa-gesa. Lumayan jauh juga kami lari-larinya, di escalator juga harus lari. Sampai di Gate untuk tujuan Johannesburg just in last minutes! Tidak sempat duduk di ruang tunggu, langsung ambil antrian untuk boarding ke pesawat. Penerbangan ke Johannesburg Afrika Selatan dengan maskapai British Airways. Ini pertama kalinya kami naik pesawat paling gede untuk saat ini, ada 2 lantai (double deck) dan pesawatnya besar sekalii.. !! Penerbangan ke Johannesburg 13 jam nyaman sekali.. Kami begitu excited! Bagaimana tidak, ini penerbangan perdana ke Afrika. Pesawat terbang ke selatan eropa dan terus turun ke belahan bumi selatan membelah benua Afrika hingga mendarat di Johannesburg, Afrika Selatan. Menjelang tidur, pramugari meminta kami menutup jendela. 


Bagaimana dengan menu di maskapai British Airways?

Ini dia yang cukup beban buat aku. Di menu yang disajikan pasti ada pork atau olahannya. Bahkan di roti atau omelette ada bacon juga. Jadi aku hanya makan buah dan minum jus. 


Transit di Johannesburg

Tibalah kami di Johannesburg, transit beberapa jam disana. Bandaranya besar dan cantik juga, banyak toko untuk windows shopping. Ketika waktu transit habis, kami melanjutkan perjalanan dengan pesawat South African Airways menuju destinasi akhir, Windhoek-Namibia. Perjalanan udara ditempuh dalam waktu 2 jam.


Namibia.. Here we come!

Setibanya di Windhoek Airport, nunggu bagasi gak muncul-muncul, ternyata beneran gak ada bagasinya! Lemes juga aku, karna apa? Karna banyak souvenirs dari beberapa negara eropa di koper itu. Kalau sempat hilang, alangkah sedihnya hatiku. Kami lapor ke pihak bandara dan mereka konfirm kalo bagasi kami kemungkinan tidak sempat masuk pesawat tujuan Johannesburg saat kami di London. Yeah, tentu saja! Dikarenakan pesawat dari Paris delay, dan waktu transit di London yang sempit buat semuanya jadi gitu deh. Oke baiklah, sudah terjadi... Petugas minta kami isi formulir dan buat gambar koper, warna serta jumlahnya. Mereka bilang biasanya akan tiba dalam 2-3 hari. Whewww!!! Pake baju apa kitaaa....??!! Dalam tas kabin hanya ada jaket. Tapi sudahlah, laporan selesai dan kita keluar bandara.

Di meeting point terlihat seorang lelaki tua berparas eropa memegang photo kami dan disampingnya berdiri seorang wanita muda berparas Afrika. Yap, mereka adalah Peter Arndt dan Vrou-istrinya. Peter adalah Project Manager dari proyek Clay House dan Dry Toilet. Selama seminggu kedepan kami akan tinggal bersama mereka di Otjiwarongo. Setelah saling berkenalan, kami ke parkiran bandara dan naik mobil ke pusat kota Windhoek. Kami akan menginap satu malam di Windhoek, besok pagi baru akan berangkat ke Otjiwarongo. 

Setibanya di hotel kami diperkenalkan dengan Ali, lelaki yang sudah tidak muda lagi ini juga berparas eropa berkebangsaan Jerman, dia merupakan staff Peter di bagian keuangan. Kami ngobrol sambil minum teh di outdoor cafe hotel. Satu hal, aku sangat menikmati udara Windhoek sore itu, untuk pertama kalinya berada di Afrika... Feel its atmosphere... Feeling so blessed!

Berhubung bagasi kami akan tiba dalam beberapa hari ke depan, maka aku dan Patrice memutuskan untuk belanja beberapa helai pakaian serta underwear di mall yang dekat dengan hotel, hanya jalan kaki. Untuk makan malam, kami akan bertemu dengan Peter, Vrou dan Ali di sebuah resto didalam Mall itu juga. Makan malam pertamaku di Afrika, pas rasanya! Tidur malam pertama di Afrika juga nyenyak.

Keesokan paginya setelah sarapan kami berangkat ke Otjiwarongo dengan mobil. Perjalanan ditempuh selama 2,5 jam sepanjang 250 km. Sepanjang jalan, jalanan hanya lurusssssss berkilo-kilo meter!! Kanan kiri padang savana terbentang luas, terkadang ada bukit-bukit kecil dibelakangnya namun tidak ada warung. Jalanan sunyi.. jarang kita temui mobil lain di jalan. Jarak dari satu desa/kota lainnya jauh. Jadi, pastikan bensin full, kendaraan prima, makanan minuman aman. Peter bilang, tidak boleh sembarang berenti di pinggir savana apalagi sampai keluar mobil, karna besar kemungkinan ada Singa dan kawan-kawannya disana. Uhhhh.... ngeri ya!


Setengah perjalanan kami berhenti di sebuah kota kecil bernama Okahandja untuk istirahat dan makan/minum. Dari cafe terlihat jajaran toko souvenirs di seberang jalan seperti memanggilku. Sontak saja aku pergi kesana, dan benar saja, souvenir nya bagus-bagus kali, kebanyakan dari pahatan kayu yang dibentuk menjadi aneka binatang dan benda-benda lainnya, ada juga yang dari tanah liat dan mereka lukis. Tapi aku belinya pas mau pulang karna akan singgah juga di kota ini nanti.





Tibalah kami di Otjiwarongo. Sebuah kota kecil dimana masa depan kami mungkin akan berada di kota ini. Kami diperkenalkan dengan semua staff di kantor, dibawa keliling proyek untuk melihat proyek yang mereka sedang jalankan sambil diperkenalkan juga dengan para pekerja. Mereka semua murah senyum, satu hal yang langsung mereka perhatikan dari kebiasaanku selesai menyalam mereka adalah aku selalu meletakkan tapak tanganku di dadaku. Ohh... aku tak pernah sadar itu, gerakan itu refleks aja.

pusat kota Otjiwarongo


pusat kota otjiwarongo


Nginap dimana?

Selesai keliling kami minum teh bersama di rumah Peter. Aku suka dengan model rumah mereka, terbuat dari tanah liat, kecil namun berfungsi dan terbuka ke halaman belakang yang rindang. Rumahnya berada satu komplek dengan kantor dan pabrik genteng/batako. Beberapa staff dari luar juga disediakan kamar didalam kompleks ini, seperti di tempat kos-kosan. Ada yang dengan private bathroom dan ada yang sharing bathroom. Kami juga akan tinggal di salah satu kamar yang mereka sudah siapkan, lengkap dengan tempat tidur, lemari, kursi dan meja kerja serta ceret pemanas air, tapi kamar mandi nya di luar, untungnya tepat di sebrang kamar kami, ada air panasnya juga, cocok untuk musim dingin seperti ini. Tapiii....??!!!!

Tapi Apaaa...????!!!!!!

Tahukah kalian? Peter and team nya sedang mengerjakan Dry Toilet atau Otji Toilet dan Otji Toilet itu adalah Toilet kering. Apa itu toilet kering? Ya tanpa air dong!! Whattttt....?!!! Jadi ceritanya gini, karna susahnya air disini dan mahal, masyarakat harus super hemat dengan air, sampai untuk urusan ke toilet pun harus dibuat teknik khusus agar air tak terbuang hanya untuk menyiram urine/feses di toilet menuju septic tank. Maka mereka design toilet khusus yg bentuk lobangnya langsung terjun bebas ke bawah bukan melekuk seperti pada umumnya. Dan dengan lobang yang lurus langsung ke bawah sana, tak perlu air untuk menyiram. Apa gak bauk? Begini, ada 2 tanki (bagian bawahnya dibuat lubang-lubang kecil) diletakkan di septic tank, satu tepat di bawah toilet, dan satunya lagi di belakang toilet dengan akses pintu keluar. Jadi ketika BAK/BAB urine akan terus mengalir melewati lubang tanki menuju tanah, sementara feses tinggal di tanki, urine dan feses akan terpisah. Ketika tanki pertama full, kira-kira 6 bulan tanki itu digeser ke bagian belakang toilet, sementara dibawah toilet diletekkan tanki kedua yang kosong, begitulah seterusnya. Diatas tanki yang full tadi dibuat pintu penutup dari seng tebal menghadap utara (mengikut orientasi matahari disana) agar sepanjang tahun bisa mendapat sinar matahari penuh. Dengan tingginya suhu panas dari penutup seng tadi maka feses yang berada di septic tank cepat mengering dan sirkulasi udara toilet dan septic tank tetap terjaga dengan adanya cerobong udara yang dipasang diatasnya.  Tanki yang full tadi juga dibiarkan mengering di dalam septic tank selama 6 bulan, lalu dikeluarkan dan bisa dijadikan sebagai kompos. Kalau masih bingung, ini gambarannya dan bisa baca disini..



bagian belakang toilet menghadap utara

Singkat cerita, kalo BAK dan BAB tak ada siram toilet dengan air dan gak ada cebok pake air. Kalo cebok gak pake air uda ada solusinya pake tisu basah. Tapi kalo siap BAK dan BAB toilet gak disiram aneh juga, ada yang kurang rasanya walau memang uda terjun bebas dia kebawa sana. Tetap aja aneh menurutku. Untuk mandi? Untuk mandi air harus super hemat! Kalo gak, gak ada air. Karna itulah aku rela gak mandi daripada gak cebok full pas mandi. Untungnya udara di Namibia ini kering, gak lembab kayak di Medan, lagi musim dingin pula, 2-3 hari gak mandi pun gak bauk. Hahahaa... Untungnya lagi, sering juga aku ditawarin Peter/ Vrou untuk pakai kamar mandi mereka yang masuk standar kamar mandi internasional, maksudku toiletnya pake air.

kamar kami


toilet dan kamar mandi

Kesimpulannya, kalau ingat gimana borosnya aku pake air di Indonesia, jadi miris juga dan aku jadi bersyukur sekali Indonesia kaya dengan air. 


Cuaca?

Saat itu bulan Juni, Namibia sedang dalam musim dingin (winter), kebalikan dari Eropa yang lagi summer karna Namibia berada di belahan bumi Selatan. Jam 6 sore uda seperti jam 8 malam di Medan. Siang cuaca masih agak hangat tapi kalau malam dingin ampun! Pagi hari air kolam rendaman genteng bisa hampir membeku. Tapi walaupun lagi musim dingin tidak ada salju disini.


Makanan? 

Aku harus bersyukur karna ternyata lidahku dan perutku cocok dengan makanan disini. Enak-enak kali makanan orang Namibia ini. Daging banyak disajikan di dalam hidangan dengan salad sayur sebagai pelengkap. Desert juga luar biasa nikmatnya. Makanku lahap selama disana. Untuk sarapan, aku dan Patrice beli roti, keju, butter, buah, oatmeal, susu dan teh dari supermarket untuk stok di kamar. Sesekali kami ikut brunch dengan Peter/Ali di cafe dekat rumah. Teh disini juga nikmat sekali, Teh Roiboos, diminum dengan susu, olalaaa... mantap rasanya! Untuk makan siang dan malam kami selalu makan bersama dengan Peter, Vrou dan Ali. Selalu makan diluar, 1 kali saja kami makan dirumah Peter/Vrou, sehari sebelum pulang. Dan serunya makan diluar bersama mereka, mereka kenal restaurant terbaik di kota ini. Ada restaurant yang di pusat kota dan ada yang agak di pinggiran dengan fasilitas short trekking di hutan savana. 


Ngapain aja seminggu disana?

Keliling proyek, ini hal utama yang kami lakukan, dengan mengenal proyek ini lebih dalam kami kami akan bisa bilang YA atau TIDAK bekerja disini. Hampir setiap hari kami keliling proyek, mulai dari sistem kerja di kantor (manajemen, pembukuan, donatur), pembuatan genteng, batako dari tanah liat, pembangunan rumah-rumah penduduk dan juga toilet kering nya. Termasuk juga dalam proyek ini pembangunan rumah para staff yang akan berada satu kompleks dengan kantor, termasuk (mungkin) rumah kami nantinya.

kantor utama


interior kantor

staff kantor

pintu utama kantor


sekitar kantor



bak perendam genteng

genteng dijemur

proses pembuatan batako





rumah dengan genteng dan batako produksi sendiri




Keliling kota Otjiwarongo sambil menikmati makanannya juga menjadi kegiatan harian kami. Makan minum di beberapa resto/ cafe, ke supermarket, mengunjungi rumah kerabat Vrou, mengunjungi TK yang juga bagian dari proyek, melihat pemukiman kumuh penduduk sampai pemukiman kaya raya. Satu hal yang cukup miris, ada banyak orang untuk ke toilet aja payah air, namun restaurant/cafe dan lodge leluasa pakai air di toilet (walau tetap harus hemat, yang penting ada) dan parahnya lagi hampir semua orang-orang kaya punya kolam renang dirumahnya. Ada uang ada air, tak ada uang tak ada air.


Short trekking di savana juga kami lakukan 2 kali ketika makan di Otjibamba Lodge yang lokasinya sedikit berada di luar kota Otjiwarongo, kurang dari 10 menit untuk tiba disana. Biasanya kami kesana menjelang sore, booking tempat makan dulu, lalu buat trekking pendek di savana sampai menjelang malam. Jenis pepohonan savana pendek dan kecil, di beberapa spot terlihat kolam air, ada banyak rumah rayap kami temui. Jerapah, zebra, antelope berhasil kami temui. Menjelang sunset, suasana hutan savana ini terlihat menjadi lebih magical.

safari sore








jerapah di kejauhan






beautiful sunset

Ada satu hari kami dibawa menginap ke sebuah lodge diluar kota, Weaver’s Rock Guest Farm. Kami berangkat setelah makan siang dan tiba disana dalam waktu 1/2 jam. Lodge ini milik keluarga berkebangsaan Jerman. Sepertinya banyak orang Jerman disini ya? Iya betul, Namibia dulunya jajahan Jerman, banyak orang Jerman yang tinggal disini, dan bahasa Jerman menjadi salah satu bahasa resmi di negara ini setelah bahasa Inggris dan bahasa Namibia sendiri. Seperti para pekerja di Clay House Project, hampir rata-rata mereka berbicara bahasa Inggris lho.




Kamar lodge ini terbuat dari beton lengkap dengan kamar mandi dan teras yang menghadap savana sejauh mata memandang, bar dan restaurannya cantik dengan atap daun, dan dibelakang lodge ini ada bukit. Selesai check in dan minum, Aly, Patrice dan aku naik ke bukit untuk melihat pemandangan yang katanya spektakuler, tapi apa daya ada insiden aku pake acara merajok pas sebelum naik bukit, aku balek ke kamar. Nyesel juga gak ikut naik, karna pemandangannya memang spektakuler!



















sungainya kering

sunset dari kamar lodge

Makan malam kami dihiasi dengan obrolan panjang dengan owner lodge dan tetamu lainnya. Esok paginya, kami akan pergi ke Waterberg Plateau Park. Tapi sayang mendadak Peter/ Vrou harus kembali ke Otjiwarongo karna ada kerja yang gak bisa ditunda. Jadilah kami bertiga aja yang pergi. 

Berangkat dari lodge kami langsung check out karna sepulangnya dari Waterberg sore nanti akan langsung pulang ke Otjiwarongo. Perjalanan ke Waterberg sekitar 1 jam, jalan tetap lurus atau belok sekalian 90 derajat. Dari kejauhan Waterberg Plateau sudah mulai kelihatan, bentuk gunungnya menyerupai meja panjang, karna itulah mereka menyebutnya “Table Mountain”. Panjangnya sekitar 50 km, lebarnya 16 km. Kawasan ini merupakan tempat konservasi binatang-binatang yang dulunya hampir punah seperti badak putih, antelop hitam, antelop roan, antelop roed, burung nasar cape.

Waterberg Plateau

Di pintu Mendekati kawasan Waterberg jalan tidak beraspal lagi, tapi gak belobang parah kayak jalan ke bukit lawang. Upsss!!! Di pintu masuk kawasan taman nasional ini kami harus ambil permit lalu lanjut ke parkiran.





Dan hiking ke atas plateau pun dimulai. Dimulai dengan medan berkerikil dan rerimbunan semak/pohon disekeliling hingga medan bebatuan untuk menuju puncak, jadi kadang memang harus manjat. Di sepanjang jalan ada banyak hewan menyerupai tikus besar yang kami temui, Daman namanya. Dan mereka memang betul memperhatikan kami. Ali bilang sepanjang jalan juga harus hati-hati karna suka ada ular.. Ajajajaa.... Sampailah kami di puncak setelah hampir 1 jam mendaki, trek terakhir yang cukup sulit karna harus panjat bebatuan. Surprise aku melihat Ali yang sudah tua sanggup mendaki ke atas sini. Kami hanya mendaki sampai di Mountain Point View. Pemandangannya sungguh menakjubkan! Savana luas terbentang sejauh mata memandang, langit dan bumi seakan bertemu di kejauhan, tak ada perumahan, hanya garis-garis lurus jalanan dengan tegas hadir diantara savana. Di lereng plateau, hijau pepohonan rimbun terlihat kontras dengan merahnya bebatuan plateau. Pemandangan sunyi sepi seperti entah dimana...












sejauh mata memandang






Hello Daman!

Jika punya cukup waktu, bisa trekking beberapa hari menyusuri plateau ini untuk berwisata safari melihat binatang-binatang yang hidup di kawasan Waterberg Plateau ini, diantaranya Rhino, Buffalo, Giraffe, Roan antelope, Baboon, Damara Dik Dik. 

Turun dari plateau kami makan siang di restaurant yang masih berada di kawasan taman nasional ini, lalu istirahat sejenak dekat swimming pool. Restaurant ini punya ciri khas dengan dindingnya berwarna kemerahan mirip dengan bebatuan di Waterberg Plateau. Restaurant ini bagian dari Lodge yang ada di kawasan Taman Nasional Waterberg. Sebelum pulang ke Otjiwarongo kami berjalan sedikit di kawasan ini. Di perjalanan pulang menuju Otjiwarongo, kami melihat seekor binatang melintas tidak jauh di hadapan kami, tahukah kalian apa itu? Seekor Leopard!









Di 2 malam terakhir kami di Namibia, Peter membuat acara barbeque untuk kami dengan semua staff nya sebagai farewell party untuk bertemu kembali di Januari 2009. Ya, kami sudah bilang YA untuk bekerja di proyek ini. Siang harinya Peter mengadakan pertemuan dengan kami dan seluruh staff nya di aula kantor untuk memperkenalkan kami yang akan menjadi bagian team work mereka di 2009. Di sore hari, aku dan salah seorang staff keuangan kantor belanja groceries di supermarket untuk acara barbeque. Dan acara barbeque malam itu sunggu sangat berkesan.


The Team

Peter's family

Keesokan siangnya Peter dan Vrou menjamu kami makan siang dirumahnya. Kami makan di halaman belakang rumahnya yang rindang. Minum kopi dan makan dessert yang lezat. Sore harinya kembali makan di resto Otjibamba Lodge tapi tidak buat trekking savana. Kami menikmati makan malam terakhir kami di Namibia, Afrika. Kembali aku harus katakan “I fall in love with Namibian Dishes.” Enak kali lah pokoknya. 


Bagasi yang belum sampai bagaimana?

Tepat di hari ke-3 kami di Namibia waktu kami sedang menemani Peter brunch di salah satu cafe favoritnya, ada telpon masuk dari nomor tak dikenal ke cell phone Peter. Ternyata dari petugas bandara mau antar koper yang ketinggalan. Yayyyy!!!! Petugas menghampiri kami ke cafe dan koper kami sampai dengan selamat. Alhamdulillah..


Tibalah waktunya pulang..

Selesai sarapan, kami berpamitan dengan semua staff kantor dan juga Peter beserta Vrou. Berterima kasih sekali atas jamuan dan keramahtamahan mereka selama seminggu kami bersama mereka, tak akan terlupakan. Perjalanan kami ke airport ditemani oleh Ali. Sewaktu break di Okahandja tak lupa beli oleh-oleh khas Namibia.

bersama vrou sebelum pulang

Bye Otjiwarongo

Sepanjang jalan menuju airport masih terus mengagumi keindahan alam benua Afrika ini. Mahakarya agung dari sang khalik, aku bersyukur diberi kesempatan untuk merasakan atmosphere Afrika di Namibia ini.











Mobil terus melaju membelah Windhoek ibukota Namibia menuju bandara Windhoek Hosea Kuteka. Dengan pelukan hangat kami mengucapkan terima kasih pada Ali atas semuanya.



Di imigrasi Namibia, petugas bertanya padaku apakah aku menikmati liburanku? Tentu saja aku jawab “Yes, great moments.”

landasan pacu bandara, seperti ada jurang diujung sana ya?


Bye Africa!

Pesawat South African Airways siap membawa kami terbang ke Johannesburg, aku dengar ada tim sepak bola Prancis di pesawat ini. Ketika transit di Johannesburg mataku terus sibuk mencari pemain yang mungkin aku tau, sampe pada saat pemeriksaan imigrasi di Johannesburg aku gak fokus dengan pertanyaan petugas. “Your family name?” Aku gak jawab, trus dia tanya lagi “what is your family name” dan aku jawab “ohh.. excuse me?” Trus dia nanya lagi dong dengan penuh penekanan “your family name?” Belum sempat aku jawab, tetiba seorang petugas wanita badagok berparas Afrika yang sedari tadi berdiri di sudut mendekat, menatapku tajam, mengambil passport ku dari petugas itu dan kembali melihatku lalu bertanya “What is your family name?” langsung aku jawab “Nasution”. Hufhhhh... Takut kali aku, macam di film-film kurasa.. hahahaaa.... Tapi syukurlah gak diperiksa lebih lanjut. Pelajaran nih ya, kalo lagi berhadapan sama orang imigrasi harus fokus biar gak dicurigai. 

Di bandara Johannesburg kami keliling sedikit cari cendera mata. Lalu pesawat British Airways membawa kami terbang kembali ke London. Dari London lanjut ke Paris dan nginap beberapa malam di Paris sebelum pulang ke Indonesia.


xoxo,















0 Comments:

Post a Comment