Wednesday, July 15, 2020

Not Back to School


Senin 13 juli 2020 adalah hari pertama masuk sekolah dan dimulainya tahun ajaran baru setelah 4 bulan sekolah ditutup akibat pandemi Covid 19. Kalau tahun-tahun sebelumnya pada hari pertama masuk sekolah tahun ajaran baru, pagi hari aku sudah sibuk mempersiapkan Azan berangkat ke sekolah dan tak lupa mengabadikan momen hari pertama sekolahnya dalam sebuah photo yang kelak menjadi memori tahunannya. Tapi Tahun ini berbeda, tahun ajaran baru masuk sekolah kami sambut dengan sangat santai, dirumah saja. Bukan karena sekolah masih ditutup, tapi karena kami sudah membuat satu keputusan besar untuk kelangsungan pendidikan Azan.

 

Pilihan untuk tidak lanjut sekolah, not back to school, sudah menjadi keputusan yang kami ambil sejak aku mengikuti coaching yang diselenggarakan oleh Rumah Inspirasi bulan juni lalu. Azan sebagai anak yang akan menjalani Homeschooling ini juga bersedia dan setuju dengan pilihan untuk tidak pergi sekolah lagi. Satu keputusan yang sebenarnya dia sangat menyukainya ðŸ˜…


Walau keputusan yang kami ambil sudah bulat dan kuat, bukan berarti serta merta semua rasa dirasa mulus. Perasaan gamang dan guncangan kecil bisa aku rasakan khususnya pada hari pertama masuk sekolah ini terkait dengan bagaimana sebenarnya perasaan Azan apalagi dengan melihat teman-teman nya pergi ke sekolah. Berbeda dengan ayah Azan yang optimis sekali dengan keputusan Homeschooling ini, yakin bahwa Azan akan senang dan baik-baik saja. Pagi tadi saat sedang sarapan, Azan melihat teman-temannya berangkat ke sekolah, aku penasaran ingin tahu bagaimana ekspresinya, apa yang dirasakannya karena tidak akan pergi ke sekolah lagi, dengan spontan dia menjawab “enak!” diiringi ekspresi seperti bebas lepas. Lalu si Azan pun bercerita apa yang menjadi penyebab selama ini dia malas untuk pergi ke sekolah.


Azan adalah siswa di sekolah yang terkenal sering absen, kalau dihitung selama 1 semester ada 1 bulan penuh dia tidak masuk sekolah. Sebagai orang tua yang tahu pasti bagaimana proses pembelajaran di sekolahnya, kami pun tak memaksanya untuk sekolah kalau dia memang sedang tidak mau sekolah. 


3 tahun belakangan (sejak Azan masuk SD) merupakan proses “struggle” ku dan suami membiarkannya berada di sekolah. Teringat bagaimana kelas 1 lalu dia menangis ketika hari pertama ujian sebab dia belum bisa membaca dan guru terus memburu mereka dengan pertanyaan “uda siaap...?? uda siaappp..??”. Ketakutannya berada di kelas karena guru terkadang suka marah-marah dengan murid lainnya dengan nada yang tinggi. Ujian yang sampai saat ini terasa seperti momok baginya. Satu-satunya yang dapat kami lakukan adalah dengan terus mengajaknya bercerita dan menanyakan tentang bagaimana suasana sekolahnya dan berusaha memberikan pengertian kepadanya tentang segala hal yang membuatnya takut agar tak terlalu menjadi beban baginya, seperti ujian, aku bilang “ujian itu dibawa santai aja, guru cuma mau tau apa kalian sudah benar-benar faham dengan semua yang dipelajari selama ini, kalau azan bisa menjawab ujiannya berarti azan sudah faham, kalau belum bisa jawab ya kosongkan aja, berarti azan belum faham”. Akhirnya waktu di semester 2 kelas 1 dia bisa melewati ujian tanpa nangis dan lembar jawaban dia isi dengan nama dia saja ðŸ˜…😂  Satu hal yang selalu aku ingatkan ke Azan, dia harus segera beritahu aku kalau gurunya sampai mengucapkan kata “bodoh” kepadanya. Sejauh ini aman mungkin karena aku selalu menjaga hubungan baik dengan guru-gurunya dan memantaunya ke sekolah.


Homeschooling sudah ada di pikiran kami sejak Azan masuk SD. Aku terus mencari informasi seputar homeschooling, bagaimana legalitasnya di Indonesia, apakah diakui oleh negara? Bagaimana cara mendapatkan ijazah nantinya? Bagaimana manajemen kesehariannya? Kurikulum, materi belajar, pola kegiatan,  jadwal, cara mengajar dan bagaimana jika ada materi yang aku tidak mengerti??? Semua itu sempat membuat banyak tanda tanya dalam pikiranku dan membuatku tidak benar-benar siap untuk memulai Homeschooling. 


Ibarat kalau sudah jodoh tak akan lari kemana. Akhir Mei lalu aku mendapati Rumah Inspirasi akan mengadakan Coaching tentang Homeschooling selama setahun kedepan. Di coaching ini mereka akan mendampingi para orang tua yang memutuskan untuk meng-homeschooling-kan anak-anaknya. Mulai dari menanamkan mindset homeschooling, legalitas, model serta metode belajar, manajemen keseharian serta evaluasi homeschooling. Dengan materi berupa ebook, video, podcast serta webinar dan kulwapp, memberikan pencerahan bagiku 2 poin penting mindset dalam homeschooling sekaligus menjadi penguat pondasiku untuk memulai Homeschooling, yaitu :

 

1. Homeschooling adalah tentang parenting

2. Homeschooling bukan memindahkan sekolah ke rumah


Bismillahirrahmanirrahim... tahun ajaran baru ini Azan akan memulai proses belajarnya di rumah. Not back to school bukan berarti berhenti belajar, belajar itu bisa dimana saja, kapan saja, sama siapa saja dan yang terpenting belajar itu harus menyenangkan. Aku yakin, bonding antara anak dan orang tua akan semakin memperkuat pondasi Homeschooling ini ke depannya. InsyaAllah kita konsisten dengan keputusan bersama kita ini ya Azan, anak mudanya ayah bunda yang hatinya seluas samudera.



xoxo,



2 comments: